Transnusi.com Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, termasuk kritik publik, harus dijamin secara lebih jelas dan adil.
Putusan ini menyasar pasal-pasal karet yang selama ini kerap digunakan untuk membungkam kritik, khususnya Pasal 27A dan 28 ayat (1) dan (2).
MK menegaskan bahwa delik aduan dalam Pasal 27A hanya dapat diajukan oleh individu, bukan oleh badan hukum atau korporasi.
Artinya, lembaga negara, perusahaan, maupun institusi lain tak bisa lagi melaporkan seseorang atas dugaan pencemaran nama baik.
“Frasa ‘orang lain’ dalam pasal tersebut ditafsirkan hanya merujuk pada individu, bukan entitas hukum,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan, Selasa (30/4/2024).
MK juga menyoroti multitafsirnya frasa “tanpa hak” dan “suatu hal” dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2), yang selama ini kerap digunakan untuk memidanakan opini atau ekspresi netral.
Menurut MK, keberadaan frasa “tanpa hak” tetap penting untuk memastikan bahwa ekspresi yang disampaikan bukanlah tindakan yang melanggar hukum atau bertujuan merusak.
Putusan ini sekaligus memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, terutama aktivis, jurnalis, dan warga biasa, yang selama ini hidup dalam ketakutan karena UU ITE kerap dipakai sebagai alat represi.
Dengan interpretasi baru dari MK, ruang bagi kritik dan partisipasi publik dalam demokrasi diharapkan bisa semakin terbuka.